HUKUM HAID TERPUTUS PUTUS

Masalah haid adalah masalah yang paling penting bagi wanita muslimah, mengapa begitu? karena wanita muslimah yang haid sebelum habis haid belum boleh melakukan ibadah seperti Shalat, Puasa dll. Dalam hubungan suami istri juga dalam islam diatur apabila sang istri haid, suami istri tidak melakukan persetubuhan.
Bagi para wanita yang masih muda dan belum menikah mungkin tidak masalah dengan haidnya, karena biasanya wanita yang masih muda dan belum menikah siklus haidnya teratur. berbeda dengan wanita yang sudah berkeluarga, punya anak, dan memakai alat KB kebanyakan siklus haidnya tidak teratur dan bisa juga terputus-putus . berikut admin sajikan beberapa pendapat ulama tentang masalah siklus haid yang tidak teratur.


adapun pendapat para imam madzhab:
  1. Mazhab Hanafi

Mazhab ini beranggapan jika wanita mengalami haid terputus-putus, jika tetap dalam rentang 10 hari (aliran ini menganggap rentang waktu haid 10 hari dan para ulama lainnya adalah 15 hari), maka tetap dihukumi darah haid.
Wanita jika saat bersih dari haid yang terputus, mazhab ini mewajibkan untuk menunaikan shalat. Jadi semisal pada hari ke 1-4 haid, maka ia berhenti shalat, tanggal 5-6 berhenti haid, maka ia diwajibkan shalat, dan jika hari 7-9 ia haid, maka wanita tersebut harus meninggalkan shalat.
Batas minimal haid dalam mazhab ini 3 hari, dan maksimalnya adalah 10 hari.
  1. Mazhab Maliki
jika darah keluar kemudian terputus, maka darah yang pertama dan kedua dianggap satu fase darah haid, dengan syarat bahwa darah tidak terputus atau tidak berhenti lebih dari 15 hari (masa maksimal suci menurut mazhab ini).
Dan saat suci tiba, maka wanita hendaknya langsung menjalankan shalat, dan jika keluar kembali maka dianggap darah haid, tidak boleh melakukan shalat, sampai rentang waktu 15 hari.
Mazhab ini menyatakan batas minimal haid adalah beberapa tetes saja, dan maksimal 10 hari bagi Mu’tadah dan 18 hari bagi yang bukan Mu’tadah.
Baca juga : 
  1. Mazhab Syafi’i
Ulama dari Mazhab ini berpendapat berbeda, yakni darah keluara dari wanita (haid) itu dianggap seluruhnya satu ‘paket’ haid, hingga apabila wanita mengalami haid yang terputus-putus dan mengalami haid yang kedua dalam satu waktu haid maka dianggap sebagai masa haid. 
Hal ini dengan beberapa syarat yakni:
  1. Sejak haid pertama sampai dengan haid kedua rentang waktunya tak lebih dari 15 hari.
  2. Darah yang berhenti itu ada diantara 2 masa darah yang sempat terputus
  3. Darah pertama yang belum sempat terputus sudah keluar minimal sehari semalam.
Semisal seorang wanita haid tanggal 1-4, kemudian bersih, dan haid kembali tanggal 6-12, maka dianggap kondisi wanita haid itu adalah dari tanggal 1-12, yang mana konsekuensinya wanita dalam jangka waktu 12 hari tidak boleh melakukan ibadah yang mengandung kesucian, seperti shalat dan puasa.
  1.  Mazhab Hambali
Mempunyai pendapat yang lebih sederhana dimana waktu wanita berhenti haid baik terputus atau tidak maka ia dihukumi sebagaimana wanita yang suci. Dan apabila darah keluar lagi dalam rentang masa haid atau kebiasaan masa haidnya maka ia dianggap haid dan berhenti melakukan shalat.

semoga bermanfaat.

sumber: dari berbagai sumber
Share this post :